Sebelum Sholat Idul Adha, Yuk Lakukan Amalan Sunnah ini

Sebelum Sholat Idul Adha, Yuk Lakukan Amalan Sunnah ini

Insya Allah dalam beberapa hari kedapan kita akan memasuki tanggal 10 Dzulhijjah, yang merupakan salah satu hari besar untuk umat Muslim di seluruh dunia. Ya, pada tanggal tersebut merupakan momen Hari Raya Idul Adha.

Nah, karena sudah mendekati dengan Hari Raya Idul Adha, ada beberapa amalan Sunnah yang bisa Anda kerjakan. Berikut ini amalan-amalan Sunnah sebelum sholat Idul Adha:

Melaksanakan Puasa Arafah

Puasa arafah merupakan amalan yang dianjurkan untuk dilakukan setiap tanggal 9 Dzulhijjah atau sehari sebelum Idul Adha. Amalan ini hanya dilakukan oleh orang yang sedang tidak melaksanakan ibadah haji. Ada banyak keutamaan puasa arafah, salah satunya dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.

Mengumandangkan Takbir

Menjelang hari raya, kita dianjurkan untuk mengumandangkan Takbir, Tahlil dan Tahmid. Atau masyarakat kita lebih sering mengistilahkannya dengan ‘takbiran’. Disunnahkan mengumandangkan takbir sejak tenggelamnya matahari pada malam Ied sampai keesokan harinya imam naik ke mimbar untuk memberikan khutbah hari raya Idul Adha.

Akan tetapi, bukan berarti kita yang berada dirumah hanya diam saja. Takbir juga boleh dikumandangkan sejak keluar rumah menuju tempat shalat hingga shalat Ied akan didirikan.

Mandi Sebelum Sholat Ied

Dalil kuat yang menyatakan tentang kesunahan mandi sebelum Sholat Ied adalah riwayat dari Al-Baihaqi melalui asy-Syafi’i tentang seseorang yang pernah bertanya kepada Ali ra tentang mandi. Beliau menjawab,“Mandilah setiap hari jika engkau mengehendakinya.” Kata orang itu, ”Bukan itu yang kumaksud, tapi mandi yang memang mandi (dianjurkan)”. Ali menjawab , ”Hari Jum’at, Hari Arafah, Hari Nahr dan hari Fithri”.

Ibnu Qudamah mengatakan bahwa karena hari Ied merupakan  hari berkumpulnya kaum muslimin untuk shalat, maka ia disunnahkan untuk mandi sebagaimana hari Jum’at.

Memakai Parfum dan Pakaian Bagus

Hal ini berdasarkan hadits berikut;

عن زيد بن الحسن بن علي ، عن أبيه – رضي الله عنهما – قال : أمرنا رسول الله – صلى الله عليه وآله وسلم – في العيدين أن نلبس أجود ما نجد ، وأن نتطيب بأجود ما نجد ، وأن نضحي بأسمن ما نجد ، البقرة عن سبعة والجزور عن عشرة ، وأن نظهر التكبير وعلينا السكينة والوقار .

Dari Zaid bin Hasan bin Ali dari Ayahnya radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata bahwa Rasulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami pada shalat dua hari raya untuk mengenakan pakaian terbaik yang kami miliki, memakai parfum terbaik yang kami miliki, dan berkurban dengan hewan paling gemuk yang kami miliki, . . .” (HR. Hakim)

Tidak makan sebelum Sholat Ied

Dianjurkan untuk tidak makan sebelum shalat Ied. Berdasarkan hadits riwayat ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidak berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri sebelum makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied  beliau menyantap daging qurbannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidziy).

“Imam Ahmad rahimahullah sebagaimana dikutip oleh ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (2:228) berkata: “Saat Idul Adha dianjurkan tidak makan hingga kembali dan memakan sembelihan qurban. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dari hasil sembelihan qurbannya. Jika seseorang tidak memiliki qurban (tidak berqurban), maka tidak masalah jika ia makan terlebih dahulu sebelum shalat ‘ied.”

Melalui Jalan Yang Berbeda Ketika Berangkat dan Kembali

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Jabir radhiyallahu ‘anhuma;

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِاللهِ رَضِي اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ    إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ ( رواه البخاري (

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika pada hari Raya selalu melalui jalan yang berbeda (ketika berangkat dan kembali). (HR. Bukhari).

Wallahu a’lam,

Hukum dan Keutamaan Puasa Tanggal 1-9 Dzulhijjah

Hukum dan Keutamaan Puasa Tanggal 1-9 Dzulhijjah

Saat artikel ini diterbitkan (24 Dzul-Qa’dah 1440H) artinya hanya tinggal beberapa hari kedepan lagi Insha Allah kita akan memasuki bulan Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia banyak yang megistilahkannya sebagai bulan haji.

Sebagai umat Islam tentu kita menyambutnya dengan rasa gembira, karena pada bulan tersebut ada banyak keutamaan yang tidak akan kita jumpai di bulan-bulan lainnya. Di antaranya adalah, ibadah shalat, puasa, sedekah (qurban) dan haji. Ibadah haji ini tidak bisa didapatkan di bulan lain.

Keutamaan 10 Hari Awal Dzulhijjah

Pada sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah menjadi momen hari penting yang digunakan Allah untuk bersumpah dalam Surat Al-Fajr:

وَالْفَجْرِ (1 وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2

“Demi waktu subuh (1) Dan sepuluh malam (2).”

Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid, dan sejumlah ulama salaf serta ulama kontemporer lain menanggapi bahwa sepuluh malam yang dimaksud dalam Surat Al-Fajr ayat 2 adalah sepuluh malam pertama pada bulan Dzulhijjah.

Pendapat tersebut diperkuat dengan hadits yang dikutip Ibnu Katsir dari Shahih Bukhari:

عن ابن عباس مرفوعا: “ما من أيام العمل الصالح أحب إلى الله فيهن من هذه الأيام” -يعني عشر ذي الحجة -قالوا: ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: “ولا الجهاد في سبيل الله، إلا رجلا خرج بنفسه وماله، ثم لم يرجع من ذلك بشيء” (2

“Dari Ibnu Abbas dengan kualitas hadis marfu’. Tidak ada hari-hari di mana amal sholih lebih disukai Allah pada hari itu dari pada hari-hari ini, maksudnya sepuluh hari Dzul Hijjah. Kemudian para sahabat bertanya, ‘Dan bukan pula jihad, ya Rasulallah?’ Rasul lalu menjawab, ‘Dan tidak pula jihad di jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar membawa diri dan hartanya kemudian ia pulang tak lagi membawa apa-apa,’” (HR Bukhari 969).

Berdasarkan hadist di atas, sudah cukup jelas bahwa ibadah apapun bentuknya pada sepuluh hari tersebut sangat dianjurkan, termasuk shalat, puasa dan lain sebagainya. Kecuali pada saat hari raya Idul Adha, dengan demikian puasa terhitung sebanyak sembilan hari.

Puasa Dzulhijjah (1-7 Dzulhijjah)

Pada bulan Dzulhijjah umat Islam disunnahkan untuk melaksanakan puasa sunnah Dzulhijjah, menunaikan ibadah haji dan menyembelih hewan qurban.

Puasa Dzulhijjah dilakukan mulai tanggal 1 Dzulhijjah sampai tanggal 7 Dzulhijjah. Pada ketujuh hari tersebut dianjurkan untuk berpuasa. Adapun bacaan niat puasa Dzulhijjah sebagai berikut:

Bacaan Niat Puasa Dzulhijjah

نويت صوم شهر ذى الحجة سنة لله تعالى

Nawaitu shauma syahri dzil hijjati sunnatan lillahi ta’ala

Artinya, “Saya niat puasa sunnah bulan Dzulhijjah karena Allah Ta’ala.”

Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah)

Puasa Tarwiyah merupakan puasa sunnah yang dilakukan pada bulan Dzulhijjah, yaitu pada dua hari sebelum hari raya Idul Adha 10 Dzulhijjah.

Kesunnahah puasa ini, teragkum dalam hadits di atas yang mengatakan bahwa sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang istimewa.

Pada hadis lain, disebutkan keutamaan puasa tarwiyah bahwa dapat menghapuskan dosa satu tahun. Akan tetapi, ternyata dikatakan bahwa hadis tersebut merupakan hadis dlaoif (kurang kuat riwayatnya).

Para ulama menyikapi ini bahwa tetap boleh mengamalkan puasa tarwiyah dengan hadis yang lain tadi. Sedangkan menyikapi hadis dlaif, selama tidak berkaitan dengan aqidah dan hukum maka boleh melakukan sebagai fadhail amal.

Bacaan Niat Puasa Tarwiyah

نويت صوم التروية سنة لله تعالى

Nawaitu shauma al tarwiyata sunnatan lillahi ta’ala

Artinya, “Saya niat berpuasa sunnah tarwiyah karena Allah ta’ala.”

Puasa Arafah (9 Dzulhijjah)

Puasa Arafah merupakan salah satu puasa sunnah yang sangat dianjurkan, jika kita tidak mampu berpuasa dari tanggal 1 hingga 8 Dzulhijjah, maka cukup kita melaksanakan puasa Arafah yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah.

Puasa Arafah memiliki keutamaan yang sangat besar. Oleh karenanya para ulama memasukkan puasa Arafah ini ke dalam puasa sunnah yang sangat dianjurkan (muakkad). Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Muslim:

صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية

Artinya, “Puasa hari Arafah dapat menghapus dosa dua tahun yang telah lalu dan akan datang, dan puasa Asyura (tanggal 10 Muharram) menghapus dosa setahun yang lalu,” (HR Muslim).

 

Bacaan Niat Puasa Arafah

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ يَوْمِ عَرَفَةَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnati Arafah lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Aku berniat puasa sunnah Arafah esok hari karena Allah SWT.”

Kesimpulan

Dengan uraian di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa puasa sembilan hari pertama di bulan Dzulhijjah merupakan sunnah berdasar atas keumuman hadits Rasulullah tentang keutamaan hari-hari tersebut untuk menjalankan ibadah sunah apapun bentuknya.

Puasa tanggal sembilan Dzulhijjah atau puasa Arafah adalah kesunnahan yang lebih spesifik lagi karena dapat menghapus dosa dua tahun lalu dan yang akan datang. Wallahu a‘lam.

Baca Juga : Belum Aqiqah Apakah Boleh Berqurban? Boleh, Ini Penjelasannya

Syarat dan Ketentuan Qurban Idul Adha (10-13 Dzulhijjah)

Syarat dan Ketentuan Qurban Idul Adha (10-13 Dzulhijjah)

Ramadhan telah berlalu, Syawwal telah kita lewati dan sekarang kita berada di bulan Dzul-Qa’idah. Artinya sebentar lagi kita akan berjumpa dengan bulan Dzul-Hijjah atau masyarakat Indonesia banyak yang menyebutnya sebagai bulan Haji.

Dalam bulan Dzul-Hijjah terdapat tanggal penting bagi seluruh umat Islam, salah satu nya yaitu tanggal 10 Dzul-Hijjah. Pada tanggal tersebut umat Islam merayakan Hari Raya Idul Adha.

Untuk memperingati Hari Raya Idul Adha, dilakukan pelaksanaan ibadah qurban dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah (taqqarub).

Lalu bagaimana pelaksanaan ibadah qurban itu sendiri, dan apa saja syarat dan ketentuan dalam berqurban? Berikut pembahasannya.

Hukum Berqurban

Pelaksanaan ibadah qurban hukumnya adalah sunah muakkad bagi setiap orang Islam, baligh, berakal dan mampu. Qurban tidaklah sama seperti Aqiqah, penulis sudah membahas di artikel sebelumnya, Anda bisa membacanya di sini.

ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضَ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّع: الوِتْرُ وَالنَّحْرُ وَصَلاَةُ الضُّحَى

Tiga perkara yang bagiku hukumnya fardhu tapi bagi kalian hukumnya tathawwu’ (sunnah), yaitu shalat witir, menyembelih udhiyah dan shalat dhuha. (HR. Ahmad dan Al-Hakim).

Makna mampu di sini adalah orang yang mampu melakukan ibadah qurban. Sebagaimana yang diterangkan dalam hadist sebagai berikut

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Dari Abi hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim menshahihkannya).

Berqurban merupakan suatu aktivitas penyembelihan hewan qurban yang hanya boleh ditujukan kepada Allah sebagai bentuk ibadah dan bertujuan mendekatkan diri kepada Allah.

Berqurban hukumnya dapat menjadi wajib apabila dinadzari. Misalnya jika seseorang berjanji akan berqurban jika ia berhasil mendapatkan prestasi tertentu.

Hewan qurban yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq mempunyai istilah yang disebut udlhiyyah.

Syarat-Syarat Berqurban

Dalam melaksanakan suatu ibadah sudah pastinya mempunyai syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan dan harus kita penuhi sebelum melaksanakan ibadah tersebut, tak terkecuali ibadah qurban.

Setidaknya ada 5 syarat dalam berqurban, sebagai berikut:

1. Dari Golongan Hewan Ternak

Hewan qurban harus dari golongan hewan ternak, seperti: unta, sapi dan kambing. Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),

Bahimatul An’am: unta, kambing dan sapi, ini yang dikenal oleh orang Arab sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hasan, Qatadah, dan selainnya. Tidak sah berqurban dengan 100 ekor ayam, atau 500 ekor bebek dikarenakan tidak termasuk kategori Bahimatul An’am.

2. Hewan Qurban Mencapai Usia Tertentu

Usia hewan ternak yang boleh dijadikan sebagai hewan qurban adalah seperti berikut ini:

  • Unta minimal berumur 5 tahun dan telah masuk tahun ke 6.
  • Sapi minimal berumur 2 tahun dan telah masuk tahun ke 3.
  • Kambing jenis domba atau biri-biri berumur 1 tahun, atau minimal berumur 6 bulan bagi yang sulit mendapatkan domba yang berumur 1 tahun. Sedangkan bagi kambing biasa (bukan jenis domba atau biri-biri, semisal kambing jawa), maka minimal berumur 1 tahun dan telah masuk tahun ke 2.

3. Hewan Qurban Tidak Cacat

Tidak diperbolehkan dijadikan hewan qurban jika hewan tersebut terdapat cacat, ada beberapa hal yang menyebabkan hewan tidak sah digunakan berqurban, yaitu:

1. Hewan yang buta salah satu matanya

2. Hewan yang pincang salah satu kakinya, walaupun pincangnya itu terjadi ketika akan disembelih, yaitu ketika dirubuhkan dan ia bergerak dengan sangat kuat.

3. Hewan yang sakit

Seperti sakit yang tampak jelas yang menyebabkan kurus dan dagingnya rusak.

4. Hewan yang sangat kurus hingga menyebabkan hilang akalnya.

5. Hewan yang terputus sebagian atau seluruh telinganya.

6. Hewan yang terputus sebagian atau seluruh ekornya.

4. Hewan Qurban Harus Milik Sendiri

Tidak sah berqurban dengan menggunakan hewan dari hasil mencuri, mengambil paksa dengan alasan yang bathil karena tidak sah mendekatkan diri kepada Allah dengan bermaksiat kepadanya.

Oleh karena itu hewan qurban harus milik sendiri, atau yang mendapatkan izin untuk berqurban, sesuai dengan yang ditetapkan syari’at atau mendapatkan persetujuan dari pemilik hewan qurban.

5. Disembelih Pada Waktu Tertentu

Menyembelih hewan qurban hanya bisa dilaksanakan pada hari dan tanggal tertentu. Waktu yang telah ditentukan oleh syari’at adalah mulai setelah sholat Idul Adha (10 Dzul-Hijjah) hingga terbenamnya matahari pada tanggal 13 Dzul-Hijjah.

Ketentuan Jumlah Orang dalam Berqurban

Mengenai jumlah orang dalam berqurban sudah ada ketentuan dan ketetapannya sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW. Untuk kambing hanya diperbolehkan satu orang saja dan tidak boleh kolektif (berpatungan) dengan yang lainnya.

Sedangkan untuk unta dan sapi diperbolehkan berpatungan dengan jumlah tujuh orang. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW:

نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ .

“Kami berkurban bersama Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada tahun perjanjian Hudaibiyah dengan badanah (unta gemuk) untuk tujuh orang, dan sapi juga untuk tujuh orang.” (HR. Muslim)

Dilansir dari Kiblat.net, bagaimana jika sekelompok orang berpatungan dalam satu sapi, tapi jumlahnya tidak mencapai tujuh orang? Bolehkah mereka berqurban sapi dengan berpatungan tiga atau empat orang?

Imam Syafii  berkata:

وإذا كانوا أقل من سبعة أجزأت عنهم ، وهم متطوعون بالفضل ، كما تجزي الجزور (البعير) عمن لزمته شاة ، ويكون متطوعا بفضلها عن الشاة

“Jika mereka kurang dari tujuh, tetap sah bagi mereka, berarti kelebihannya dianggap sebagai tambahan sukarela dari mereka, sebagaimana sah juga ketika seseorang berkurban onta sementara baginya hanya dituntut dengan seekor kambing, kelebihannya dianggap tambahan sukarela darinya.” (Al-Umm, 2/244)

Ketentuan dalam Menyembelih Hewan Qurban

Setelah mengetahui syarat-syarat dan ketentuan jumlah orang dalam berqurban, berikutnya adalah ketentuan dalam menyembelih hewan qurban. Proses penyembelihan hewan qurban didahului dengan:

1. Membaca basmalah

2. Membaca Shalawat pada Nabi

3. Menghadap arah kiblat (bagi hewan yang disembelih dan orang yang menyembelih)

4. Membaca takbir 3 kali bersama-sama

5. Berdoa agar qurbannya diterima oleh Allah, orang yang menyembelih mengucapkan.

Rukun Penyembelihan

Setidaknya ada empat rukun penyembelihan, yaitu:

1. Dzabhu (pekerjaan menyembelih)

2. Dzabih (orang yang menyembelih)

3. Hewan yang disembelih

4. Alat menyembelih

Syarat dalam pekerjaan menyembelih adalah memotong hulqum (jalan nafas) dan mari’ (jalan makanan). Hal ini apabila hewannya maqdur (mampu disembelih dan dikendalikan).

Sunnah Penyembelihan

Adapun hal-hal sunnah dalam penyembelihan adalah sebagai berikut:

a. Memotong wadajain (dua otot yang ada disamping kanan dan kiri)

b. Menggunakan alat penyembelih yang tajam

c. Membaca bismillah

d. Membaca shalawat dan salam pada Nabi Muhammad. Karena menyembelih itu adalah tempat disyari’atkan untuk ingat pada Allah, maka juga disyari’atkan ingat pada Nabi.

Syarat Orang Menyembelih

a. Orang Islam / orang yang halal dinikahi orang Islam

b. Bila hewannya ghoiru maqdur, maka disyaratkan orang yang menyembelih adalah orang yang bisa melihat. Dimakruhkan sembelihannya orang yang buta, anak yang belum tamyiz  dan orang yang mabuk.

Syarat Hewan yang disembelih:

a. Hewannya termasuk hewan yang halal dimakan

b. Masih memiliki hayatun mustaqirrah (kehidupan yang masih tetap), bukan gerakan di ambang kematian kematian.

Syarat Alat Penyembelih:

Yaitu berupa sesuatu yang tajam yang bisa melukai, selain tulang belulang.

Apakah Masih Perlu Aqiqah (Lagi) Jika Ganti Nama?

Apakah Masih Perlu Aqiqah (Lagi) Jika Ganti Nama?

Pemberian nama pada anak, biasanya dilakukan pada saat proses tasyakuran aqiqah berlangsung. Lalu muncul sebuah pertanyaan, haruskah melakukan aqiqah lagi jika sebelumnya anak sudah pernah aqiqah? Jawabannya, tidak perlu.

Pandangan ulama mengenai hukum aqiqah terdapat perbedaan, namun mayoritas ulama sepakat bahwa pelaksanaan aqiqah adalah sunnah muakkad (dianjurkan). Seperti yang sudah dijelaskan pada waktu aqiqah yang paling utama, adalah pada hari ke-7 atau seminggu setelah kelahiran anak.

Lalu, apa yang menjadi dasar bahwa tidak perlu lagi mengaqiqahkan anak yang mau ganti nama, dengan catatan bahwa sebelumnya sudah pernah diaqiqahkan?

Aqiqah merupakan salah satu rangakaian ibadah yang dikaitkan dengan kelahiran anak, bukan karena pemberian nama.

Hadits yang Berkaitan

Ilustrasi via wedjan.org

Kalau kita lihat kebelakang, mengenai sejarah aqiqah sebelum dan sesudah datangnya Islam. Umat terdahulu tak terkecuali di masa jahiliyah, tradisi aqiqah sudah ada. Pada masa itu, setiap kelahiran anak juga dilakukan penyembelihan seekor kambing lalu oleh orang jahiliyah dilumuri kepala sang bayi dengan darah kambing.

Kemudian, hingga datang Islam, aktivitas tersebut disempurnakan oleh Allah SWT melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah SAW dengan mengganti darah yang dilumuri ke kepala bayi, menjadi menggunakan minyak wangi.

Buraidah bin Hashib al-Aslami

كُنَّا فِى الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا وُلِدَ لأَحَدِنَا غُلاَمٌ ذَبَحَ شَاةً وَلَطَخَ رَأْسَهُ بِدَمِهَا فَلَمَّا جَاءَ اللَّهُ بِالإِسْلاَمِ كُنَّا نَذْبَحُ شَاةً وَنَحْلِقُ رَأْسَهُ وَنَلْطَخُهُ بِزَعْفَرَانٍ

Dulu di masa jahiliyah, apabila anak kami baru dilahirkan, maka kami menyembelih seekor kambing, dan kami lumuri kepala bayi itu dengan darah kambing. Ketika islam datang, kami tetap menyembelih kambing aqiqah, kami gundul kepala bayi, dan kami lumuri dengan za’faran. (HR. Abu Daud 2845 dan dinilai hasan shahih oleh al-Albani).

Salman bin Amir RA

مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيقَةٌ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى

Untuk setiap kelahiran anak ada aqiqahnya. Karena itu, sembelih hewan untuknya dan buang kotoran darinya. (HR. Ahmad 18359, Bukhari 5472, dan yang lainnya).

Samurah bin Jundub

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, untuk disembelih di hari ketujuh kelahirannya, digundul rambutnnya, dan diberi nama. (HR. Ahmad 20616, Abu Daud 2840, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Dari hadist-hadist di atas menunjukkan bahwa perintah aqiqah adalah berkaitan dengan kelahiran anak, bukan pemberian nama atau pergantian nama.

Rasulullah Mengganti Nama Sahabat

Dilansir dari situs nu.or.id, tidak sedikit orang yang menyepelekan soal nama, sehingga sering mendengar ungkapan: “Apalah arti sebuah nama”. Padahal dalam pandangan Islam, nama termasuk hal yang sangat diperhatikan.

Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:

إِنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَسْمَائِكُمْ وَأَسْمَاءِ آبَائِكُمْ فَأَحْسِنُوا أَسْمَاءَكُمْ –أخرجه ابو داود

“Sesungguhnya kelak pada hari kiamat kalian akan dipanggil dengan nama kalian dan nama bapak-bapak kalian. Karenanya, maka bagusilah nama kalian” (H.R. Abu Dawud)

Pada zaman Rasulullah SAW, ada sahabat-sahabat yang mempunyai nama yang artinya bermasalah. Terkadang orang jahiliyah memberikan nama anak mereka dengan bentuk penghambaan kepada selain Allah seperti, Abdul Ka’bah (hamba Ka’bah), Abdul Uzza (Hamba Uzza), dan nama-nama buruk lainnya.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW mengganti nama mereka dengan nama yang baik.

Abdul Uzza (Hamba Uzza)

Sahabat Abdurrahman bin Abu Bakr, dulu bernama Abdul Uzza. Setelah masuk islam diganti oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Abdurrahman. (al-Mustadrak, 3/538).

Abdul Ka’bah (Hamba Ka’bah)

Sahabat Abdurrahman bin Auf, di zaman Jahiliyah bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nama Abdurrahman. (al-Mu’jam al-Wasith, 253).

Al-‘Ash (Tukang Maksiat)

Sahabat Muthi bin al-Aswad. Dulu bernama al-‘Ash (tukang maksiat). Setelah masuk islam diganti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Muthi’ (orang yang taat). (al-Mu’jam al-Kabir, 691).

Hazn (Susah)

Ada sahabat namanya Hazn (susah), diganti oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Sahl (mudah). Beliau juga mengganti sahabat yang bernama Harb (perang), dengan Salm (tenang). (HR. Abu Daud 4958)

‘Ashiyah (Tukang Maksiat)

Ada sahabat wanita yang dulunya bernama ‘Ashiyah (tukang maksiat), kemudian diganti dengan Jamilah (wanita cantik). (HR. Muslim 5727)

Ashram (Melarat)

Ada juga sahabat yang dulunya bernama Ashram (melarat), kemudian diganti dengan Zur’ah (subur). (HR. Abu Daud 4956).

Dan masih banyak lagi nama lainnya.

Kesimpulan

Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW menyuruh mereka untuk menyembelih aqiqah karena ganti nama. Oleh karena itu, jika ada orang yang ganti nama, karena nama sebelumnya ada masalah berkenaan dengan artinya, maka cukup dia umumkan kepada rekan-rekannya. Untuk identitas KTP dan administrasi lainnya, dia bisa urus sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Teuku wisnu pelangi aqiqah
Teuku Wisnu dan Shireen Sungkar (dokumentasi Pelangi Aqiqah)

Bagi Anda yang ingin mengaqiqahkan anak, tapi tidak mau repot dan terlalu capek, penulis merkomendasikan jasa aqiqah dari Pelangi Aqiqah. Kami melayani wilayah Jabodetabek dan Cikarang. Mulai dari hewan dan proses penyembelihan kami pastikan halal dan higienis.

Anda akan mendapatkan bonus menarik dari promo-promo yang ada tiap bulannya. Cek di Daftar Harga, untuk melihat paket yang tersedia, untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi CS kami di nomor 0813-9000-0606 (Asiah).

3 Waktu Terkabulnya Doa di Bulan Ramadhan

3 Waktu Terkabulnya Doa di Bulan Ramadhan

Kita sebagai umat muslim tentu menyambut Ramadhan dengan rasa gembira. Bulan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari 1000 bulan tersebut, sangat dinantikan oleh umat muslim diseluruh dunia.

Pada bulan Ramadhan segala amal ibadah kita akan dilipatgandakan oleh Allah. Bukan hanya itu saja, doa-doa yang kita panjatkan kepada Allah juga dipercaya mudah dikabulkan. Ada beberapa waktu doa paling mustajab di bulan puasa.

Di surah Al-Baqarah ayat 186, Allah SWT berfirman,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2:66, diterangkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa masalah ini disebutkan di sela-sela penyebutan hukum puasa. Ini menunjukkan mengenai anjuran memperbanyak do’a ketika bulan itu sempurna, bahkan diperintahkan memperbanyak do’a tersebut di setiap kali berbuka puasa.

Dari pernyataan yang disebutkan oleh Ibnu Katsir menunjukkan bahwa bulan Ramadhan merupakan salah satu waktu yang paling mustajab dalam berdoa. Akan tetapi, doa itu mudah dikabulkan apabila seseorang mempunyai keimanan yang benar.

Ibnu Taimiyah berkata, “Terkabulnya do’a itu dikarenakan benarnya i’tiqod, kesempurnaan ketaatan karena di akhir ayat disebutkan, ‘dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran’.” (Majmu’ah Al Fatawa, 14: 33-34).

Dilansir dari rumaysho.com (17/05), terdapat tiga waktu terkabulnya doa di bulan Ramadhan. Kapan saja kah waktu tersebut?

1. Berdoa di Waktu Sahur

Waktu sahur bukanlah sekedear waktu untuk menyantap makanan. Waktu sahur merupakan salah satu waktu yang mustajab untuk memanjatkan doa kepada Allah, untuk memohon setiap hajat-hajat kita.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً

“Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095).

Dalam Syarh Shahih Muslim, 9:182, Imam Nawawi berkata bahwa bentuk keberkahan makan sahur di antaranya adalah karena waktu itu orang bangun, ada dzikir dan do’a pada waktu mulia tersebut. Saat itu adalah waktu diturunkannya rahmat serta diterima doa dan istighfar.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

“Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Allah berfirman, “Siapa saja yang berdo’a kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari, no. 1145 dan Muslim, no. 758).

Ibnu Hajar juga menjelaskan hadits di atas dengan berkata, “Do’a dan istighfar di waktu sahur mudah dikabulkan.” (Fath Al-Bari, 3: 32).

2. Saat Berpuasa

Bulan suci Ramadhan adalah momentum untuk kita berdoa serta terkabulnya sebuah doa. Kita dianjurkan untuk memperbanyak doa dan mintalah dengan kesungguhan hati.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizalimi.” (HR. Ahmad 2: 305. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dengan berbagai jalan dan penguatnya)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Disunnahkan orang yang berpuasa untuk memperbanyak do’a demi urusan akhirat dan dunianya, juga ia boleh berdo’a untuk hajat yang ia inginkan, begitu pula jangan lupakan do’a kebaikan untuk kaum muslimin secara umum.” (Al-Majmu’, 6: 273)

Hakikat berdoa adalah kita selalu bergantung kepada Allah, sehingga doa merupakan kebutuhan kita sebagai orang mukmin. Bagi wanita haid di bulan Ramadhan, dianjurkan juga untuk berdoa dengan maksimal.

Baca Juga : 10 Amalan ini Dianjurkan Bagi Wanita Haid di Bulan Ramadhan

3. Ketika Berbuka Puasa

Waktu berbuka puasa adalah waktu mustajabnya doa, maka dianjurkan untuk memohon setiap hajat kita, hajat apa pun itu. Amalan ini berlaku untuk puasa wajib di bulan Ramadhan maupun puasa sunnah, karena hadistnya adalah mutlak untuk setiap puasa.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terzalimi.” (HR. Tirmidzi no. 2526, 3598 dan Ibnu Majah no. 1752. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Dalam Tuhfah Al-Ahwadzi (7: 278) disebutkan bahwa kenapa do’a mudah dikabulkan ketika berbuka puasa yaitu karena saat itu, orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.

 

10 Amalan ini Dianjurkan Bagi Wanita Haid di Bulan Ramadhan

10 Amalan ini Dianjurkan Bagi Wanita Haid di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan merupakan ladang bagi umat muslim untuk bisa mendapatkan pahala berkali-kali lipat. Banyak sekali amalan yang bisa dilakukan di bulan Ramadhan ini. Bahkan, di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan terdapat malam kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan, yakni lailatul qadar.

Jika Anda sebagai orang tua ingin mengaqiqahkan anaknya di bulan Ramadhan, sangat direkomendasikan, karena bisa mendapat pahala berkali-kali lipat. Adapun Hukum Aqiqah di Bulan Ramadhan itu diperbolehkan.

Anda bisa menggunakan jasa aqiqah dari Pelangi Aqiqah, praktis dan tidak akan membuat Anda repot. Klik Daftar Harga untuk melihat paket yang tersedia, atau bisa langsung bertanya ke CS kami melalui nomor WhatsApp 0813-9000-0606 (Asiah).

Lanjut ke materi pembahasan, pada masa menstruasi atau haid yang menyebabkan tidak diperbolehkan mengamalkan amalan tertentu ketika haid. Dalam kitab fiqih Taqrib karangan Imam Abu Syuja’ disebutkan bahwa ada delapan amalan dan ibadah yang tidak boleh dilakukan ketika sedang haid.

Kitab tersebut menjelaskan amalan yang tidak diperbolehkan untuk wanita yang sedang haid diantaranya adalah shalat, puasa, menyentuh dan membawa mushaf.

Sebagai wanita tidak perlu bersedih, haid merupakan anugerah dari Allah untuk kaum wanita. Masih ada amalan-amalan lainnya di bulan Ramadhan yang bisa dilakukan ketika sedang haid. Berikut ini adalah 10 Amalan yang Dianjurkan Bagi Wanita Haid di Bulan Ramadhan :

Memberi Makan Orang yang Berbuka Puasa

program berbagi kebahagiaan pelangi aqiqah
Program Berbagi Kebahagiaan (Foto: Pelangi Aqiqah)

Menyiapkan dan memberi makan orang yang berbuka puasa merupakan salah satu peluang amal yang bisa dilakukan ketika wanita sedang haid. Bahkan dalam hadist Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dijelaskan bahwa, memberi makan bagi orang yang berbuka puasa, pahalanya sama dengan orang yang berpuasa tersebut.

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, dari Zaid bin Kholid Al Juhani. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.)

Subhanallah, sungguh luar biasa pahala orang yang memberi makan kepada orang yang berbuka puasa. Sebagai info saja, bahwa Pelangi Aqiqah sedang membuka program Untuk Berbagi Kemudahan dalam Berbagi Berkah Selama Bulan Ramadhan, hanya dengan bersedekah 25.000/box Anda sudah berpartisipasi dalam program tersebut. Info selengkapnya silakan hubungi CS kami di nomor 0813-9000-0606 (Asiah).

Memperbanyak Istighfar Kepada Allah

Sebagai seorang manusia biasa tentu kita tidak akan pernah luput dari yang namanya kesalahan atau perbuatan dosa, baik itu secara sadar maupun tanpa kita sadari. Oleh karena itu, dianjurkan untuk selalu memohon ampunan dengan perbanyak membaca istighfar kepada Allah.

Salah satu bacaan istighfar adalah sebagai berikut :

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

Aku minta ampun kepada Allah Yang Maha Agung, tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia, Yang Hidup dan terus-menerus mengurus makhlukNya, dan aku bertaubat kepada-Nya. (HR. Abu Dawud 2/85, At-Tirmidzi 5/569, Al-Hakim)

Dalam salah satu riwayat hadist disebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beristighfar lebih dari 70 kali dalam sehari :

وَاللَّهِ إِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً

“Demi Allah, aku sungguh beristighfar pada Allah dan bertaubat pada-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari no. 6307).

Membaca istighfar untuk memohon ampunan kepada Allah boleh di amalkan untuk wanita haid.

Memperbanyak Dzikir

memperbanyak istighfar di bulan ramadhan
Memperbanyak Dzikir

Dzikir artinya mengingat Allah, salah satu amalan yang bisa dilakukan ketika sedang haid. Selain itu, dzikir juga memang dianjurkan untuk siapapun dan kapanpun. Ada banyak keutamaan berdzikir, salah satunya adalah kita akan diingat oleh Allah, seperti yang disebutkan dalam ayat,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

“Maka ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152).

Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.

Berdoa Dengan Maksimal

Doa merupakan senjata orang mukmin. Hakikat berdoa adalah kita selalu bergantung kepada Allah, sehingga doa merupakan kebutuhan kita sebagai orang mukmin. Bulan Ramadhan penuh dengan keistimewaan yang menawarkan banyak sekali pahala dan ampunan.

Sehingga berdoa di bulan Ramadhan merupakan peluang yang sangat bagus bagi orang mukmin untuk berdoa, termasuk wanita haid.

Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ

“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.” (HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829, Ahmad 2/362. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.)

Mendengar Bacaan Al-Qur’an

Ada perbedaan pendapat ulama mengenai hukum membaca Al-Qur’an ketika sedang haid. Namun, tidak ada larangan untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an saat haid. Kita akan mendapat rahmat Allah ketika mendengarkan bacaan Al-Qur’an.

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (Al-A’raf Ayat 204)

Membaca atau Mengamalkan Asmaul Husna

Amalan berikutnya adalah mengamalkan Asmaul Husna, bagi wanita yang haid dipebolehkan untuk membaca dan mengamalkan Asmaul Husna. Selain menambah pahala, mengamalkannya juga bisa mendatangkan banyak manfaat, salah satunya adalah membuka pintu rezeki.

Dalam asmaul husna ada beberapa nama yang menunjukkan bahwa Allah maha kaya, dan jika dibaca secara rutin niscaya pintu rezeki kita akan terbuka yaitu  al-mughni, al ghaniyyu, dan lainnya.

Memperbanyak Sholawat Nabi

Dikutip dari situs www.nu.or.id shalawat nabi secara harfiah berarti doa kita agar Allah menambahkan belas kasih dan keagungan kepada-Nya. Shalawat dan salam adalah permohonan rahmat Allah yang datang silih berganti untuk Nabi Muhammad SAW. Shalawat dan salam harus diniatkan sebagai salah satu bentuk tawasul kita kepada Allah dalam meluluskan hajat kita.

Jika kita bersholawat atas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Allah akan mengahpuskan 10 kesalahan dari kita dan ditinggikan 10 derajat. Sesuai dengan hadist yang berbunyi :

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطَيَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ

“Barangsiapa yang bersholawat kepadaku satu kali, maka Allah bersholawat kepadanya 10 kali shalawat, dihapuskan darinya 10 kesalahan, dan ditinggikan baginya 10 derajat.” (HR. an-Nasa’i).

Bahkan dengan kita memperbanyak sholawat, maka pada hari kiamat akan mendapat syafaat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ حِينَ يُصْبِحُ عَشْرًا وَحِينَ يُمْسِي عَشْرًا أَدْرَكَتْهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang bersholawat kepadaku di pagi hari 10 kali dan di sore hari 10 kali, maka dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.” (HR. at-Tabrani).

Memperbanyak Bersedekah

memperbanyak sedekah
Ilustrasi bersedekah

Allah mencintai orang dermawan dan menjanjikan bahwa sedekah tidak akan membuat miskin, malah justru semakin kaya. Sedekah dianjurkan di setiap waktu selagi kita mempunyai kelapangan baik tenaga, pikiran, maupun harta.

Namun, sedekah yang paling utama adalah di Bulan Ramadhan, sesuai dengan hadist berikut ini :

عَنْ اَنَسٍ قِيْلَ يَارَسُولَ اللهِ اَيُّ الصَّدَقَةِ اَفْضَلُ؟ قَالَ: صَدَقَةٌ فِى رَمَضَانَ

Artinya, “Dari Anas RA, sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Sedekah di bulan Ramadhan,’” (HR At-Tirmidzi).

Kita ketahui bahwa Rasulullah merupakan suri tauladan yang baik, beliau adalah orang yang paling murah hati. Namun di bulan Ramadhan, kemurahan hati Rasulullah SAW tampak lebih-lebih daripada di bulan lainya.

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ

Artinya, “Rasulullah SAW adalah orang paling murah hati. Ia semakin murah hati di bulan Ramadhan,” (HR Bukhari dan Muslim).

Mencari Ilmu

Sebagai orang yang beriman, mencari ilmu hukumnya adalah wajib. Ilmu merupakan kunci dari segala kebaikan, orang yang berilmu pasti rendah hati. Diantara banyaknya keutamaan mencari ilmu, yaitu Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)

Tidak ada ilmu tanpa amalan dan tidak ada amalan tanpa ilmu.

Membangunkan Orang Sahur

Jika sebelumnya sudah disebutkan bahwa menyiapkan dan memberi makan kepada orang yang berbuka puasa merupakan amalan yang besar pahalanya. Maka, membangunkan orang sahur juga termasuk amalan yang bisa dilakukan ketika sedang haid.

Hal itu dikarenakan, sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan, bahkan walau seberat dzarrah pun kita akan mendapatkan balasan atas kebaikan tersebut.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ * وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. Az Zalzalah: 7-8).

Itulah 10 Amalan yang Dianjurkan Bagi Wanita Haid di Bulan Ramadhan, semoga bermanfaat. Jangan lupa untuk membagikan artikel ini kepada keluarga, sahabat dan teman Anda. Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, kebaikan sekecil apapun akan mendapat balasan atas kebaikan yang dilakukan.

Sebarkan ilmu, luaskan manfaat ?

Hukum Aqiqah di Bulan Ramadhan itu Boleh, Ini Keutamaannya

Hukum Aqiqah di Bulan Ramadhan itu Boleh, Ini Keutamaannya

Sungguh bahagianya pasangan suami-istri yang baru saja dikaruniai sang buah hati. Sebagai wujud rasa syukur dianjurkan sesuai sunnah dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melaksanakan aqiqah seminggu setelah kelahiran bayi. Namun, bagaimana jika bayi lahir di bulan Ramadhan?

Sebagai info saja, bagi Ayah dan Bunda yang ingin melaksanakan acara aqiqah tanpa harus repot dan pikir pusing alias terima beres, bisa menggunakan jasa dari Pelangi Aqiqah klik Daftar Harga untuk melihat paket yang tersedia, atau bisa juga langsung menghubungi CS melalui WhatsApp 0813-9000-0606.

Kembali kepada topik pembahasan, kita mengetahui bahwa waktu aqiqah yang paling utama adalah satu minggu setelah bayi lahir. Misalnya, bayi lahir hari Rabu (08/05) pukul enam pagi, maka hitungan hari ketujuh sudah mulai dihitung pada hari Rabu. Dengan begitu aqiqah sang anak dianjurkan dilaksanakan pada hari Selasa (14/05). Berbeda hari jika bayi lahir pukul enam sore, Anda bisa baca mengenai penentuan hari aqiqah di artikel Waktu Aqiqah Yang Paling Utama Menurut Islam.

Lalu bagaimana hukum aqiqah jika bayi lahir pada seminggu sebelum puasa, sehingga hari aqiqah bayi bertepatan dengan awal puasa? Atau bayi yang lahir pada bulan Ramadhan yang tentu aqiqahnya juga dilakukan di bulan Ramadhan? Jawabannya adalah boleh, berikut penjelasannya:

Hadist Larangan Aqiqah di Bulan Ramadhan?

Aqiqah Anak (Foto: Pelangi Aqiqah)

Tidak ada satupun hadist shahih yang menjelaskan mengenai hukum larangan aqiqah pada bulan Ramadhan. Rasulullah menganjurkan kita umatnya untuk melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh sesuai dengan bunyi hadist berikut ini:

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

Dari Samuroh bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud no. 2838, An Nasai no. 4220, Ibnu Majah nol. 3165, Ahmad 5/12. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari hadist shahih tersebut tidak ada pengecualian hari untuk pelaksanaan aqiqah. Selain itu, kita juga tidak boleh mempercayai akan terjadi hal buruk apabila melaksanakan aqiqahan di bulan Ramadhan. Tidak hanya diperbolehkan pada bulan Ramadhan saja, aqiqah pada bulan haji (Dzulhijjah), bulan Suro (Muharram) dan bulan-bulan lainnya juga diperbolehkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau bersabda, “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Apakah itu?” Beliau n menjawab, “Syirik kepada Allâh, sihir, membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari perang yang berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. (HR. al-Bukhâri, no. 3456; Muslim, no. 2669)

Hari Baik dan Hari Buruk Aqiqah?

Dikutip dari situs www.nu.or.id, pemakaian Primbon yang berisi perhitungan mengenai hari baik dan hari buruk merupakan salah satu fenomena yang marak di Indonesia, utamanya Jawa. Tak sedikit masyarakat yang sampai saat ini menyelenggarakan acara seperti pernikahan, membangun rumah, atau bahkan penentuan hari aqiqah. Bila hitungannya baik, maka hajatannya dilanjutkan.

Akan tetapi apabila hitungannya menghasilkan buruk, maka dicarikan hari lain. Perhitungan semacam ini juga banyak didapati pada budaya non-islam, semisal budaya Tiongkok dengan Feng-Shui-nya.

Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Anda bisa membaca penjelasan lengkapnya disini. Namun secara garis besar, tindakan semacam ini sebaiknya dijauhi.Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang kita untuk mendatangi dukun atau paranormal untuk bertanya suatu hal padanya dan mempercayai apa yang dia katakan.

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” (HR. Muslim no. 2230, dari Shofiyah, dari beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Maksud tidak diterima shalatnya selama 40 hari dijelaskan oleh Imam Nawawi: “Adapun maksud tidak diterima shalatnya adalah orang tersebut tidak mendapatkan pahala. Namun shalat yang ia lakukan tetap dianggap dapat menggugurkan kewajiban shalatnya dan ia tidak butuh untuk mengulangi shalatnya.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 227)

Dengan demikian kita tidak bisa mengatakan bahwa ada satu hari yang baik, karena secara tidak langsung sama dengan mengatakan bahwa hari yang lain tidak baik. Untuk lebih detailnya lihat penjelasan dari Cak Nun:

Peluang Mendapat Double Pahala Jika Aqiqah di Bulan Ramadhan

Maksudnya adalah, Anda bisa mendapat keuntungan pahala berkali-kali lipat apabila melakukan aqiqah di bulan Ramadhan. Lah kok bisa? Bagaimana caranya? Silakan Anda simak terlebih dahulu bunyi hadist berikut ini:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, dari Zaid bin Kholid Al Juhani. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.)

Barangsiapa yang memberi makan orang yang berpuasa maka kita akan mendapat pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, luar biasa bukan? Penulis yakin pembaca pasti sudah bisa mengetahui dimana letak peluangnya.

Ya betul, pembagian daging aqiqah dianjurkan untuk diberikan dalam keadaan masak atau dagingnya sudah diolah terlebih dahulu. Dengan demikian melaksanakan aqiqah di bulan Ramadhan, selain mendapatkan pahala dari ibadah aqiqah itu sendiri juga akan mendapatkan pahala dari memberi makan orang yang berbuka puasa.

Cara Melaksanakan Aqiqah di Bulan Ramadhan

Pemotongan rambut aqiqah (Foto: Pelangi Aqiqah)

Tata cara pelaksanaan aqiqah di bulan Ramadhan sama saja seperti pelaksanaan aqiqah di bulan lainnya. Hanya saja jika Anda ingin menyelenggarakan acara tasyakuran aqiqah siang hari di bulan Ramadhan, mungkin tidak menggunakan menu prasmanan. Praktisnya, Anda bisa memakai nasi box sebagai alternatif pengganti menu prasmanan.

Untuk anak laki-laki memakai dua ekor domba/kambing dan anak perempuan satu ekor domba/kambing. Hewan aqiqah tersebut boleh berjenis kelamin jantan maupun betina, penjelasan lengkapnya bisa Anda baca di Syarat Ketentuan Aqiqah Anak Laki-Laki dan Perempuan.

Pastikan juga hewan aqiqah dalam kondisi sehat, tidak sakit dan tidak cacat fisik. Setelah pemotongan hewan selesai, Anda bisa membagikannya kepada tetangga. Dianjurkan untuk mengolah dagingnya terlebih dahulu sehingga dibagikannya sudah dalam keadaan matang.

Rekomendasi Jasa Aqiqah Jabodetabek

Teuku wisnu pelangi aqiqah
Teuku Wisnu & Shireen Sungkar (Foto: Pelangi Aqiqah)

Di awal sudah sempat penulis infokan mengenai jasa aqiqah lengkap dari Pelangi Aqiqah. Pertanyaannya adalah, mengapa harus Pelangi Aqiqah? Pelangi Aqiqah mempunyai keunggulan yang mungkin tidak Anda temukan di tempat lain.

Pelangi Aqiqah sangat memperhatikan setiap hewan yang diaqiqahkan dengan mengecek kesahatannya. Pemeriksaan kesehatan hewan dilakukan oleh Dokter Hewan yang sudah berpengalaman di bidangnya. Selain itu, proses pengolahan daging juga dilakukan secara higienis. Dari mulai kebersihan yang selalu kami jaga sampai pemilihan bahan baku menjadi hal yang utama dalam menciptakan kualitas makanan.

Pelangi Aqiqah juga sudah berdiri lebih dari 5 tahun dengan tenaga kerja yang profesional. Kami sudah melayani lebih dari 10.000 konsumen dengan pelayanan maksimal, karena kepuasan konsumen lah yang menjadi prioritas kami.

Kesimpulan

Jawaban atas pertanyaan mengenai hukum pelaksanaan aqiqah di bulan Ramadhan adalah diperbolehkan. Hal tersebut berdasarkan dengan tidak adanya hadist yang menerangkan larangan beraqiqah di bulan Ramadhan. Bahkan, kita tidak boleh beranggapan jika melakasanakan aqiqah di tanggal atau hari tertentu bisa mendatangkan keburukan.

Sekian untuk pembahasan Hukum dan Keutamaan Aqiqah di Bulan Puasa/Ramadhan, semoga bermanfaat. Anda bisa berbagi kebaikan dengan menyebarkan artikel ini kepada keluarga, sahabat, teman melalui Facebook, Instagram atau Grup WhatsApp. Sebarkan kebaikan, luaskan manfaat ?