Hukum dan Keutamaan Puasa Tanggal 1-9 Dzulhijjah

Hukum dan Keutamaan Puasa Tanggal 1-9 Dzulhijjah

Saat artikel ini diterbitkan (24 Dzul-Qa’dah 1440H) artinya hanya tinggal beberapa hari kedepan lagi Insha Allah kita akan memasuki bulan Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia banyak yang megistilahkannya sebagai bulan haji.

Sebagai umat Islam tentu kita menyambutnya dengan rasa gembira, karena pada bulan tersebut ada banyak keutamaan yang tidak akan kita jumpai di bulan-bulan lainnya. Di antaranya adalah, ibadah shalat, puasa, sedekah (qurban) dan haji. Ibadah haji ini tidak bisa didapatkan di bulan lain.

Keutamaan 10 Hari Awal Dzulhijjah

Pada sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah menjadi momen hari penting yang digunakan Allah untuk bersumpah dalam Surat Al-Fajr:

وَالْفَجْرِ (1 وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2

“Demi waktu subuh (1) Dan sepuluh malam (2).”

Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid, dan sejumlah ulama salaf serta ulama kontemporer lain menanggapi bahwa sepuluh malam yang dimaksud dalam Surat Al-Fajr ayat 2 adalah sepuluh malam pertama pada bulan Dzulhijjah.

Pendapat tersebut diperkuat dengan hadits yang dikutip Ibnu Katsir dari Shahih Bukhari:

عن ابن عباس مرفوعا: “ما من أيام العمل الصالح أحب إلى الله فيهن من هذه الأيام” -يعني عشر ذي الحجة -قالوا: ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: “ولا الجهاد في سبيل الله، إلا رجلا خرج بنفسه وماله، ثم لم يرجع من ذلك بشيء” (2

“Dari Ibnu Abbas dengan kualitas hadis marfu’. Tidak ada hari-hari di mana amal sholih lebih disukai Allah pada hari itu dari pada hari-hari ini, maksudnya sepuluh hari Dzul Hijjah. Kemudian para sahabat bertanya, ‘Dan bukan pula jihad, ya Rasulallah?’ Rasul lalu menjawab, ‘Dan tidak pula jihad di jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar membawa diri dan hartanya kemudian ia pulang tak lagi membawa apa-apa,’” (HR Bukhari 969).

Berdasarkan hadist di atas, sudah cukup jelas bahwa ibadah apapun bentuknya pada sepuluh hari tersebut sangat dianjurkan, termasuk shalat, puasa dan lain sebagainya. Kecuali pada saat hari raya Idul Adha, dengan demikian puasa terhitung sebanyak sembilan hari.

Puasa Dzulhijjah (1-7 Dzulhijjah)

Pada bulan Dzulhijjah umat Islam disunnahkan untuk melaksanakan puasa sunnah Dzulhijjah, menunaikan ibadah haji dan menyembelih hewan qurban.

Puasa Dzulhijjah dilakukan mulai tanggal 1 Dzulhijjah sampai tanggal 7 Dzulhijjah. Pada ketujuh hari tersebut dianjurkan untuk berpuasa. Adapun bacaan niat puasa Dzulhijjah sebagai berikut:

Bacaan Niat Puasa Dzulhijjah

نويت صوم شهر ذى الحجة سنة لله تعالى

Nawaitu shauma syahri dzil hijjati sunnatan lillahi ta’ala

Artinya, “Saya niat puasa sunnah bulan Dzulhijjah karena Allah Ta’ala.”

Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah)

Puasa Tarwiyah merupakan puasa sunnah yang dilakukan pada bulan Dzulhijjah, yaitu pada dua hari sebelum hari raya Idul Adha 10 Dzulhijjah.

Kesunnahah puasa ini, teragkum dalam hadits di atas yang mengatakan bahwa sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang istimewa.

Pada hadis lain, disebutkan keutamaan puasa tarwiyah bahwa dapat menghapuskan dosa satu tahun. Akan tetapi, ternyata dikatakan bahwa hadis tersebut merupakan hadis dlaoif (kurang kuat riwayatnya).

Para ulama menyikapi ini bahwa tetap boleh mengamalkan puasa tarwiyah dengan hadis yang lain tadi. Sedangkan menyikapi hadis dlaif, selama tidak berkaitan dengan aqidah dan hukum maka boleh melakukan sebagai fadhail amal.

Bacaan Niat Puasa Tarwiyah

نويت صوم التروية سنة لله تعالى

Nawaitu shauma al tarwiyata sunnatan lillahi ta’ala

Artinya, “Saya niat berpuasa sunnah tarwiyah karena Allah ta’ala.”

Puasa Arafah (9 Dzulhijjah)

Puasa Arafah merupakan salah satu puasa sunnah yang sangat dianjurkan, jika kita tidak mampu berpuasa dari tanggal 1 hingga 8 Dzulhijjah, maka cukup kita melaksanakan puasa Arafah yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah.

Puasa Arafah memiliki keutamaan yang sangat besar. Oleh karenanya para ulama memasukkan puasa Arafah ini ke dalam puasa sunnah yang sangat dianjurkan (muakkad). Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Muslim:

صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية

Artinya, “Puasa hari Arafah dapat menghapus dosa dua tahun yang telah lalu dan akan datang, dan puasa Asyura (tanggal 10 Muharram) menghapus dosa setahun yang lalu,” (HR Muslim).

 

Bacaan Niat Puasa Arafah

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ يَوْمِ عَرَفَةَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnati Arafah lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Aku berniat puasa sunnah Arafah esok hari karena Allah SWT.”

Kesimpulan

Dengan uraian di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa puasa sembilan hari pertama di bulan Dzulhijjah merupakan sunnah berdasar atas keumuman hadits Rasulullah tentang keutamaan hari-hari tersebut untuk menjalankan ibadah sunah apapun bentuknya.

Puasa tanggal sembilan Dzulhijjah atau puasa Arafah adalah kesunnahan yang lebih spesifik lagi karena dapat menghapus dosa dua tahun lalu dan yang akan datang. Wallahu a‘lam.

Baca Juga : Belum Aqiqah Apakah Boleh Berqurban? Boleh, Ini Penjelasannya

Syarat dan Ketentuan Qurban Idul Adha (10-13 Dzulhijjah)

Syarat dan Ketentuan Qurban Idul Adha (10-13 Dzulhijjah)

Ramadhan telah berlalu, Syawwal telah kita lewati dan sekarang kita berada di bulan Dzul-Qa’idah. Artinya sebentar lagi kita akan berjumpa dengan bulan Dzul-Hijjah atau masyarakat Indonesia banyak yang menyebutnya sebagai bulan Haji.

Dalam bulan Dzul-Hijjah terdapat tanggal penting bagi seluruh umat Islam, salah satu nya yaitu tanggal 10 Dzul-Hijjah. Pada tanggal tersebut umat Islam merayakan Hari Raya Idul Adha.

Untuk memperingati Hari Raya Idul Adha, dilakukan pelaksanaan ibadah qurban dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah (taqqarub).

Lalu bagaimana pelaksanaan ibadah qurban itu sendiri, dan apa saja syarat dan ketentuan dalam berqurban? Berikut pembahasannya.

Hukum Berqurban

Pelaksanaan ibadah qurban hukumnya adalah sunah muakkad bagi setiap orang Islam, baligh, berakal dan mampu. Qurban tidaklah sama seperti Aqiqah, penulis sudah membahas di artikel sebelumnya, Anda bisa membacanya di sini.

ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضَ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّع: الوِتْرُ وَالنَّحْرُ وَصَلاَةُ الضُّحَى

Tiga perkara yang bagiku hukumnya fardhu tapi bagi kalian hukumnya tathawwu’ (sunnah), yaitu shalat witir, menyembelih udhiyah dan shalat dhuha. (HR. Ahmad dan Al-Hakim).

Makna mampu di sini adalah orang yang mampu melakukan ibadah qurban. Sebagaimana yang diterangkan dalam hadist sebagai berikut

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Dari Abi hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim menshahihkannya).

Berqurban merupakan suatu aktivitas penyembelihan hewan qurban yang hanya boleh ditujukan kepada Allah sebagai bentuk ibadah dan bertujuan mendekatkan diri kepada Allah.

Berqurban hukumnya dapat menjadi wajib apabila dinadzari. Misalnya jika seseorang berjanji akan berqurban jika ia berhasil mendapatkan prestasi tertentu.

Hewan qurban yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq mempunyai istilah yang disebut udlhiyyah.

Syarat-Syarat Berqurban

Dalam melaksanakan suatu ibadah sudah pastinya mempunyai syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan dan harus kita penuhi sebelum melaksanakan ibadah tersebut, tak terkecuali ibadah qurban.

Setidaknya ada 5 syarat dalam berqurban, sebagai berikut:

1. Dari Golongan Hewan Ternak

Hewan qurban harus dari golongan hewan ternak, seperti: unta, sapi dan kambing. Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),

Bahimatul An’am: unta, kambing dan sapi, ini yang dikenal oleh orang Arab sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hasan, Qatadah, dan selainnya. Tidak sah berqurban dengan 100 ekor ayam, atau 500 ekor bebek dikarenakan tidak termasuk kategori Bahimatul An’am.

2. Hewan Qurban Mencapai Usia Tertentu

Usia hewan ternak yang boleh dijadikan sebagai hewan qurban adalah seperti berikut ini:

  • Unta minimal berumur 5 tahun dan telah masuk tahun ke 6.
  • Sapi minimal berumur 2 tahun dan telah masuk tahun ke 3.
  • Kambing jenis domba atau biri-biri berumur 1 tahun, atau minimal berumur 6 bulan bagi yang sulit mendapatkan domba yang berumur 1 tahun. Sedangkan bagi kambing biasa (bukan jenis domba atau biri-biri, semisal kambing jawa), maka minimal berumur 1 tahun dan telah masuk tahun ke 2.

3. Hewan Qurban Tidak Cacat

Tidak diperbolehkan dijadikan hewan qurban jika hewan tersebut terdapat cacat, ada beberapa hal yang menyebabkan hewan tidak sah digunakan berqurban, yaitu:

1. Hewan yang buta salah satu matanya

2. Hewan yang pincang salah satu kakinya, walaupun pincangnya itu terjadi ketika akan disembelih, yaitu ketika dirubuhkan dan ia bergerak dengan sangat kuat.

3. Hewan yang sakit

Seperti sakit yang tampak jelas yang menyebabkan kurus dan dagingnya rusak.

4. Hewan yang sangat kurus hingga menyebabkan hilang akalnya.

5. Hewan yang terputus sebagian atau seluruh telinganya.

6. Hewan yang terputus sebagian atau seluruh ekornya.

4. Hewan Qurban Harus Milik Sendiri

Tidak sah berqurban dengan menggunakan hewan dari hasil mencuri, mengambil paksa dengan alasan yang bathil karena tidak sah mendekatkan diri kepada Allah dengan bermaksiat kepadanya.

Oleh karena itu hewan qurban harus milik sendiri, atau yang mendapatkan izin untuk berqurban, sesuai dengan yang ditetapkan syari’at atau mendapatkan persetujuan dari pemilik hewan qurban.

5. Disembelih Pada Waktu Tertentu

Menyembelih hewan qurban hanya bisa dilaksanakan pada hari dan tanggal tertentu. Waktu yang telah ditentukan oleh syari’at adalah mulai setelah sholat Idul Adha (10 Dzul-Hijjah) hingga terbenamnya matahari pada tanggal 13 Dzul-Hijjah.

Ketentuan Jumlah Orang dalam Berqurban

Mengenai jumlah orang dalam berqurban sudah ada ketentuan dan ketetapannya sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW. Untuk kambing hanya diperbolehkan satu orang saja dan tidak boleh kolektif (berpatungan) dengan yang lainnya.

Sedangkan untuk unta dan sapi diperbolehkan berpatungan dengan jumlah tujuh orang. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW:

نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ .

“Kami berkurban bersama Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada tahun perjanjian Hudaibiyah dengan badanah (unta gemuk) untuk tujuh orang, dan sapi juga untuk tujuh orang.” (HR. Muslim)

Dilansir dari Kiblat.net, bagaimana jika sekelompok orang berpatungan dalam satu sapi, tapi jumlahnya tidak mencapai tujuh orang? Bolehkah mereka berqurban sapi dengan berpatungan tiga atau empat orang?

Imam Syafii  berkata:

وإذا كانوا أقل من سبعة أجزأت عنهم ، وهم متطوعون بالفضل ، كما تجزي الجزور (البعير) عمن لزمته شاة ، ويكون متطوعا بفضلها عن الشاة

“Jika mereka kurang dari tujuh, tetap sah bagi mereka, berarti kelebihannya dianggap sebagai tambahan sukarela dari mereka, sebagaimana sah juga ketika seseorang berkurban onta sementara baginya hanya dituntut dengan seekor kambing, kelebihannya dianggap tambahan sukarela darinya.” (Al-Umm, 2/244)

Ketentuan dalam Menyembelih Hewan Qurban

Setelah mengetahui syarat-syarat dan ketentuan jumlah orang dalam berqurban, berikutnya adalah ketentuan dalam menyembelih hewan qurban. Proses penyembelihan hewan qurban didahului dengan:

1. Membaca basmalah

2. Membaca Shalawat pada Nabi

3. Menghadap arah kiblat (bagi hewan yang disembelih dan orang yang menyembelih)

4. Membaca takbir 3 kali bersama-sama

5. Berdoa agar qurbannya diterima oleh Allah, orang yang menyembelih mengucapkan.

Rukun Penyembelihan

Setidaknya ada empat rukun penyembelihan, yaitu:

1. Dzabhu (pekerjaan menyembelih)

2. Dzabih (orang yang menyembelih)

3. Hewan yang disembelih

4. Alat menyembelih

Syarat dalam pekerjaan menyembelih adalah memotong hulqum (jalan nafas) dan mari’ (jalan makanan). Hal ini apabila hewannya maqdur (mampu disembelih dan dikendalikan).

Sunnah Penyembelihan

Adapun hal-hal sunnah dalam penyembelihan adalah sebagai berikut:

a. Memotong wadajain (dua otot yang ada disamping kanan dan kiri)

b. Menggunakan alat penyembelih yang tajam

c. Membaca bismillah

d. Membaca shalawat dan salam pada Nabi Muhammad. Karena menyembelih itu adalah tempat disyari’atkan untuk ingat pada Allah, maka juga disyari’atkan ingat pada Nabi.

Syarat Orang Menyembelih

a. Orang Islam / orang yang halal dinikahi orang Islam

b. Bila hewannya ghoiru maqdur, maka disyaratkan orang yang menyembelih adalah orang yang bisa melihat. Dimakruhkan sembelihannya orang yang buta, anak yang belum tamyiz  dan orang yang mabuk.

Syarat Hewan yang disembelih:

a. Hewannya termasuk hewan yang halal dimakan

b. Masih memiliki hayatun mustaqirrah (kehidupan yang masih tetap), bukan gerakan di ambang kematian kematian.

Syarat Alat Penyembelih:

Yaitu berupa sesuatu yang tajam yang bisa melukai, selain tulang belulang.