Hukum Aqiqah Sunnah atau Wajib? Ini Penjelasan dan Dalilnya

Hukum Aqiqah Sunnah atau Wajib? Ini Penjelasan dan Dalilnya

Hukum aqiqah anak laki-laki dan anak perempuan dalam Agama Islam adalah hal yang perlu kita ketahui sebelum mengaqiqahkan sang buah hati. Mengingat akan lebih afdol rasanya apabila kita melakukan suatu ibadah yang kita ketahui landasannya, minimal dasarnya terlebih dahulu.

Bukan tanpa alasan, tentu hal ini juga akan menambah rasa keyakinan kita dalam melakukan ibadah tersebut jika kita telah ketahui makna dan hikmah dari ibadah yang kita lakukan.

Untuk info saja, bagi Ayah dan Bunda yang ingin melaksanakan acara aqiqah tanpa harus repot dan pikir pusing alias terima beres, bisa menggunakan jasa dari Pelangi Aqiqah klik Daftar Harga untuk melihat paket yang tersedia, atau bisa juga langsung menghubungi CS melalui WhatsApp 0856 – 0606 – 0505 (Asiah).

Jika sebelumnya sudah dibahas mengenai Souvenir Aqiqah, maka pada kesempatan kali ini, Pelangi Aqiqah akan memberikan uraikan berisikan informasi yang berkaitan dengan hukum aqiqah dalam Islam beserta dalilnya, semoga bermanfaat.

Apa itu Aqiqah?

Pertanyaan ini mungkin akan muncul pada saat kita hendak mengaqiqahkan anak, sejatinya kita tahu bahwa aqiqah adalah ibadah yang dilakukan untuk bayi yang baru lahir. Namun, apa definisi aqiqah yang sebenarnya? Kami akan bahas secara singkat pengertian aqiqah.

Menurut bahasa aqiqah berasal dari kata ’aqqu (عَقُّ) yang mempunyai arti potong. Memotong dalam arti tersebut berarti memotong hewan aqiqah, baik berupa kambing /domba.

Sedangkan, menurut istilah sendiri aqiqah merupakan sebuah ibadah yang ditujukkan kepada Allah sebagai wujud rasa syukur kita sebagai orang tua, karena telah diberi karunia anak oleh Allah.

Ketentuan Hewan Aqiqah

Hewan yang dipakai untuk pelaksanaan aqiqah adalah menggunakan kambing atau domba, baik jantan maupun betina. Untuk aqiqah anak laki-laki memakai dua ekor kambing/domba dan anak perempuan satu ekor kambing/domba.

Tidak diperkenankan aqiqah menggunakan ayam, kelinci, atau burung. Lalu, apakah boleh jika aqiqah menggunakan selain kambing atau domba, misalnya seperti sapi atau unta?

Pendapat Yang Memperbolehkan

Pendapat dari jumhur ulama seperti mazhab Al-Hanafiyah, As-Syafi’iyah, dan Al-Hanabilah memperbolehkan aqiqah menggunakan hewan selain kambing atau domba, yaitu sapi atau unta. Di antara dasarnya karena sapi dan unta juga merupakan hewan yang biasa dipakai untuk ibadah, yaitu qurban dan hadyu.

Menurut pendapat Imam Ibnul Mundzir, terdapat salah satu hadist riwayat Bukhari yang menjelaskan bahwa pelaksanaan aqiqah hanya disebutkan hewan, tapi bukan hewan secara khusus, melainkan hewan secara umum, jadi boleh saja dengan selain kambing. Hadist tersebut berbunyi:

مَعَ الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الْأَذَى

“Bersama bayi itu ada aqiqahnya, maka sembelihlah hewan, dan hilangkanlah gangguan darinya.” (HR. Bukhari)

Dikutip dari situs nu.or.id, diperbolehkan aqiqah menggunakan sapi, bahkan jika ada beberapa pihak dengan niat yang berbeda sekalipun. Misalnya, ada tujuh orang yang patungan membeli sapi, dari ketujuh orang tersebut yang tiga berniat untuk aqiqah, sedang yang lainnya berniat untuk berkurban, atau hanya sekedar mengambil dagingnya untuk dimakan ramai-ramai.

لَوْ ذَبَحَ بَقَرَةً أَوْ بَدَنَةً عَنْ سَبْعَةِ أَوْلَادٍ أَوْ اشْتَرَكَ فِيهَا جَمَاعَةٌ جَازَ سَوَاءٌ أَرَادُوا كُلُّهُمْ الْعَقِيقَةَ أَوْ بَعْضُهُمْ الْعَقِيقَةَ وَبَعْضُهُمْ اللَّحْمَ كَمَا سَبَقَ فِي الْاُضْحِيَّةِ

Artinya, “Jika seseorang menyembelih sapi atau unta yang gemuk untuk tujuh anak atau adanya keterlibatan (isytirak) sekelompok orang dalam hal sapi atau unta tersebut maka boleh, baik semua maupun sebagian dari mereka berniat untuk aqiqah sementara sebagian yang lain berniat untuk mengambil dagingnya untuk pesta (makan besar/mayoran),” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz VIII, halaman 409).

Pendapat Yang Tidak Memperbolehkan

Sebagian ulama mazhab Al-Malikiyah, Ibnu Hazm yang mewakili madzhab Dzahiri, dimana keduanya mengacu kepada ijtihad Aisyah radhiyallahuanha, bahwa aqiqah hanya boleh menggunakan kambing dan tidak boleh dengan sapi atau unta.

Di antara landasan mereka tidak memperbolehkan beraqiqah kecuali dengan kambing adalah sebagaimana yang diterangkan dalam riwayat berikut:

قِيْلَ لِعَائِشَةَ : ياَ أُمَّ المـُؤْمِنِين عَقَّى عَلَيْهِ أَوْ قَالَ عَنْهُ جُزُورًا؟ فَقَالَتْ : مَعَاذَ اللهِ ، وَلَكْن مَا قَالَ رَسُولُ اللهِ شَاتاَنِ مُكاَفِأَتَانِ

Dari Ibnu Abi Malikah ia berkata: Telah lahir seorang bayi laki-laki untuk Abdurrahman bin Abi Bakar, maka dikatakan kepada ‘Aisyah: “Wahai Ummul Mu’minin, adakah aqiqah atas bayi itu dengan seekor unta?”. Maka ‘Aisyah menjawab: “Aku berlindung kepada Allah, tetapi seperti yang dikatakan oleh Rasulullah, dua ekor kambing yang sepadan.” (HR. Al-Baihaqi)

Baca Juga : Syarat Ketentuan Aqiqah Anak Laki-Laki dan Perempuan

Aqiqah Wajib atau Sunnah?

Hukum aqiqah menurut jumhur ulama adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan), Al-Allamah Imam Asy-Syaukhani rahimahullah berkata dalam Nailul Authar (6/213): “Jumhur ulama berdalil atas sunnahnya aqiqah dengan hadist Nabi : “…berdasarkan hadist no. 5 dari ‘Amir bin Syu’aib.”

Waktu yang paling utama dalam melaksanakan aqiqah adalah pada hari ketujuh atau seminggu setelah kelahiran bayi. Hal ini berdasarkan dari hadist:

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى »

Dari Samuroh bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, _“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama.”

(HR. Abu Daud no. 2838, An Nasai no. 4220, Ibnu Majah no. 3165, Ahmad 5/12. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ketika sang buah hati lahir, maka aqiqah menjadi tanggung jawab yang dibebankan kepada sang ayah sampai anak menjelang usia baligh. Selepas mencapai usia baligh dan aqiqah belum dilaksanakan oleh ayahnya maka, sudah tidak ada lagi beban bapak untuk mengaqiqahkan anak yang sudah diusia baligh.

Namun, yang perlu digaris bawahi disini adalah, pelaksanaan aqiqah tidaklah wajib tapi sunnah muakkad (sangat dianjurkan) menurut pendapat jumhur ulama.

Lantas muncul sebuah pertanyaan, bagaimana jika anak sudah dewasa dan ingin beraqiqah untuk dirinya sendiri? Apa hukum aqiqah setelah dewasa? Untuk penjelasannya Anda bisa membacanya disini.

Baca Juga : Hukum Aqiqah Setelah Dewasa

Hikmah Aqiqah

Lalu apa hikmah yang kita dapat jika melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh? Dikutip dari rumahsyo.com, Murid Asy Syaukani, Shidiq Hasan Khon rahimahullah menerangkan:

“Sudah semestinya ada selang waktu antara kelahiran dan waktu aqiqah. Pada awal kelahiran tentu saja keluarga disibukkan untuk merawat si ibu dan bayi. Sehingga ketika itu, janganlah mereka dibebani lagi dengan kesibukan yang lain. Dan tentu ketika itu mencari kambing juga butuh usaha. Seandainya aqiqah disyariatkan di hari pertama kelahiran sungguh ini sangat menyulitkan. Hari ketujuhlah hari yang cukup lapang untuk pelaksanaan aqiqah.”

(Roudhotun Nadiyah Syarh Ad Duroril Bahiyah, Shidiq Hasan Khon, hal. 349, terbitan Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, 1422 H.)

Bagaimana jika kita belum melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh? Sebagian ulama memperbolehkan untuk pelaksanaannya pada hari ke-14 (dua minggu setelah kelahiran bayi). Bila di hari ke-14 masih belum bisa juga, maka pelaksanaannya bisa di hari ke-21. Hal tersebut berdasarkan hadist:

قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـعَـقِـيْقَتةُ تُـذْبَحُ لِسَـبْعٍ وَلِأَرْبَعَ عَشَرَةَ وَلِإِحْدَى وَعِشْرِيْنَ

Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw. bersabda, “Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas , atau keduapuluh satunya.”

(HR. Baihaqi dan Thabrani)

Rekomendasi Jasa Aqiqah Terlengkap

Bagi Anda yang tinggal di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), kami merekomendasikan jasa layanan aqiqah dari Pelangi Aqiqah yang berlokasi di Bogor.

Tidak perlu khawatir jika Anda yang tinggal di luar wilayah Bogor ingin memesan layanan jasa aqiqah dari Pelangi Aqiqah, Anda dapat menghubungi langsung CS-nya di nomor 0856 – 0606 – 0505 (Asiah).

shireen sungkar dan teuku wisnu
Teuku Wisnu dan Shireen Sungkar menggunakan Jasa Pelangi Aqiqah untuk Cut Shafiyyah Mecca Al Fatih

Pelangi Aqiqah sangat memperhatikan setiap hewan yang diaqiqahkan dengan mengecek kesahatannya. Pemeriksaan kesehatan hewan dilakukan oleh Dokter Hewan yang sudah berpengalaman di bidangnya. Selain itu, proses pengolahan daging juga dilakukan secara higienis. Dari mulai kebersihan yang selalu kami jaga sampai pemilihan bahan baku menjadi hal yang utama dalam menciptakan kualitas makanan.

Pelangi Aqiqah juga sudah berdiri lebih dari 5 tahun dengan tenaga kerja yang profesional. Kami sudah melayani lebih dari 10.000 konsumen dengan pelayanan maksimal, karena kepuasan konsumen lah yang menjadi prioritas kami.

Tata Cara Aqiqah Menurut Syariat Islam

Tata Cara Aqiqah Menurut Syariat Islam

Tata cara pelaksanaan aqiqah yang sesuai dengan syariat Islam dan sunnah yaitu sebagaimana yang di contohkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Kita bisa mengetahui melalui hadist-hadist yang diriwayatkan oleh para perawi hadist shahih.

Sebagian orang ada yang bertanya, bagiamana aqiqah menurut muhammadiyah atau NU. Jika sebelumnya kami sudah membahas mengenai Hukum Aqiqah dan Dalilnya, maka pada kesempatan kali ini Pelangi Aqiqah akan memberikan uraian seputar tata cara aqiqah yang benar sesuai sunnah.

Pengertian Aqiqah Secara Singkat

Hal yang paling utama sebelum kita memasuki inti pembahasan, kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai apa itu aqiqah? Maka dari itu, kami akan jelaskan juga secara singkat mengenai definisi aqiqah.

Secara bahasa aqiqah artinya “memotong”, yang dimaksud memotong adalah memotong hewan aqiqah. Hewan aqiqah yang biasa digunakan adalah kambing atau domba.

Sedangkan menurut istilah, aqiqah adalah sebuah ibadah yang ditujukkan kepada Allah sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang diberikan. Aqiqah untuk anak laki-laki menggunakan dua ekor kambing/domba dan aqiqah untuk anak perempuan menggunakan satu ekor kambing/domba.

Baca Juga : Syarat Ketentuan Aqiqah Anak Laki-Laki dan Perempuan

Hukum Aqiqah

Menurut jumhur ulama hukum aqiqah adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan). Untuk waktu pelaksanaan aqiqah yang paling utama adalah pada hari ke-7 atau satu minggu setelah kelahiran bayi.

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى »

Dari Samuroh bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, _“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama.”

(HR. Abu Daud no. 2838, An Nasai no. 4220, Ibnu Majah no. 3165, Ahmad 5/12. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Mengapa aqiqah dianjurkan pada hari ketujuh? Pendapat dari murid Asy Syaukani, Shidiq Hasan Khon rahimahullah mengatakan bahwa tentu pada awal kelahiran keluarga disibukkan untuk merawat si ibu dan bayi. Sehingga ketika itu, janganlah mereka dibebani lagi dengan kesibukkan yang lain. Dan tentu ketika itu mencari kambing juga butuh usaha.

Hal-Hal Yang Disyariatkan Ketika Aqiqah

Setelah diuraikan mengenai definisi aqiqah dan hukum aqiqah, semoga bisa menambah rasa keyakinan kita ketika akan mengaqiqahkan sang buah hati. Maka, pada bagian ini kita akan masuk ke dalam inti tema artikel, yaitu mengenai apa saja hal-hal yang disyariatkan ketika aqiqah, berikut uraiannya :

Waktu Pelaksanaan Aqiqah

Pada uraian sebelumnya sudah sedikit di bahas mengenai waktu utama pelaksanaan aqiqah, yaitu pada hari ketujuh atau seminggu setelah kelahiran bayi.

Namun yang jadi pertanyaan, bagaimana jika dalam seminggu setelah kelahiran bayi kita belum bisa melaksanakan aqiqah anak? Dikutip dari rumahsyo.com, dalam hal ini ada perbedaan pendapat dari para ulama.

Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, waktu aqiqah adalah pada hari ketujuh dan tidak boleh sebelumnya. Ulama Malikiyah juga membatasi bahwa aqiqah gugur setelah hari ketujuh. Sedangkan ulama Syafi’iyah membolehkan aqiqah sebelum usia baligh, dan ini menjadi kewajiban sang ayah.

Sedangkan ulama Hambali berpendapat bahwa apabila aqiqah tidak dilaksanakan pada hari ketujuh, maka diperbolehkan dilaksanakan pada hari keempatbelas. Jika tidak sempat lagi pada hari tersebut, boleh dilaksanakan pada hari keduapuluh satu. Hal tersebut berdasarkan hadist:

قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـعَـقِـيْقَتةُ تُـذْبَحُ لِسَـبْعٍ وَلِأَرْبَعَ عَشَرَةَ وَلِإِحْدَى وَعِشْرِيْنَ

Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw. bersabda, “Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas , atau keduapuluh satunya.”

(HR. Baihaqi dan Thabrani)

Hewan Aqiqah

Pada umumnya hewan aqiqah yang digunakan adalah kambing atau domba. Tidak boleh mengaqiqahkan anak dengan menggunakan hewan seperti ayam, kelinci, atau burung. Aqiqah anak laki-laki dengan dua ekor kambing/domba dan perempuan satu ekor kambing/domba.

Tapi muncul sebuah pertanyaan, seperti yang dikutip dari situs nu.or.id, bagaimana jika aqiqah menggunakan sapi atau unta? Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz VIII, halaman 409.

لَوْ ذَبَحَ بَقَرَةً أَوْ بَدَنَةً عَنْ سَبْعَةِ أَوْلَادٍ أَوْ اشْتَرَكَ فِيهَا جَمَاعَةٌ جَازَ سَوَاءٌ أَرَادُوا كُلُّهُمْ الْعَقِيقَةَ أَوْ بَعْضُهُمْ الْعَقِيقَةَ وَبَعْضُهُمْ اللَّحْمَ كَمَا سَبَقَ فِي الْاُضْحِيَّةِ

Artinya, “Jika seseorang menyembelih sapi atau unta yang gemuk untuk tujuh anak atau adanya keterlibatan (isytirak) sekelompok orang dalam hal sapi atau unta tersebut maka boleh, baik semua maupun sebagian dari mereka berniat untuk aqiqah sementara sebagian yang lain berniat untuk mengambil dagingnya untuk pesta (makan besar/mayoran),”

Dari penjelasan tersebut maka aqiqah menggunakan sapi atau unta hukumnya diperbolehkan, bahkan jika ada beberapa pihak dengan niat yang berbeda sekalipun. Misalnya, terdapat tujuh orang yang patungan membeli sapi, dari ketujuh orang tersebut yang tiga berniat untuk aqiqah, sedang yang lainnya berniat untuk berkurban, atau hanya sekedar mengambil dagingnya untuk dimakan ramai-ramai.

Jenis Kelamin Hewan Aqiqah

Sudah jelas jumlah hewan yang digunakan untuk aqiqah anak laki-laki adalah dua ekor kambing/domba dan aqiqah anak perempuan satu ekor kambing/domba. Lalu apakah boleh aqiqah menggunakan kambing betina?

Mengenai jenis kelamin hewan (jantan atau betina), dikutip dari jawaban atas seorang penanya pada konsultasisyariah.com, bahwa tidak disyariatkan dalam kambing aqiqah harus jantan atau betina. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عن الغلام شاتان وعن الجارية شاة لايضركم أذكرانا كن أم إناثا

“Untuk anak laki-laki dua kambing, dan untuk anak perempuan satu kambing, dan tidak memudharati kalian apakah kambing-kambing tersebut jantan atau betina.”

(HR. Ashhabus Sunan, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)

Meski tidak disebutkan mengenai jenis kelamin hewan tertentu yang disembelih untuk aqiqah, jumhur ulama menyatakan bahwa hewan aqiqah harus memiliki syarat yang sama dengan hewan kurban baik dalam segi usia, jenis, dan tentunya terbebas dari penyakit atau cacat.

Pembagian Daging Aqiqah

Jika kualifikasi hewan aqiqah dengan qurban harus sama dari segi fisik dan kesehatannya, namun ada perbedaan dari pembagian daging aqiqah dengan daging kurban.

Daging aqiqah dibagikan dalam kondisi yang telah dimasak dan matang, sedangkan kita ketahui bahwa pembagian daging kurban yang biasa dibagikan pada Idul Adha adalah dalam kondisi mentah. Untuk keluarga, menurut ulama jumlah maksimal daging yang bisa diambil yaitu sepertiganya.

Penulis Kifayatul Akhyar –Taqiyuddin Abu Bakr rahimahullah– menjelaskan:

“Hendaklah hasil sembelihan hewan aqiqah tidak disedekahkan mentahan, namun dalam keadaan sudah dimasak. Inilah yang lebih tepat. Lebih baik lagi jika dihidangkan dengan bumbu manis menurut pendapat yang lebih tepat.”

(Kifayatul Akhyar, hal. 706)

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa aqiqah adalah ibadah yang sangat dianjurkan untuk bayi yang baru lahir. Waktu utama pelaksanaan aqiqah yaitu hari ketujuh setelah kelahiran bayi, sebagian ulama memperbolehkan untuk pelaksanaannya pada hari ke-14 (dua minggu setelah kelahiran bayi). Bila di hari ke-14 masih belum bisa juga, maka pelaksanaannya bisa di hari ke-21.

Hewan aqiqah menggunakan dua ekor kambing/domba untuk anak laki-laki, sedangkan anak perempuan menggunakan satu ekor saja. Hal tersebut senada dengan hukum waris, dimana anak laki-laki berhak mewarisi harta orang tuanya dua bagian, sedangkan anak perempuan satu bagian.